Bantul (MAN 2 Bantul) — Laboratorium Multimedia MAN 2 Bantul pada hari Senin (17/11/2025), dipenuhi oleh semangat kreatif siswa-siswi kelas X E dalam sesi praktek mendalam mengenai materi Tipografi. Di bawah bimbingan guru Multimedia, Menara Lintang Was dan Tuti Mulyati, para siswa tidak hanya mempelajari teori, tetapi langsung mempraktikkan seni dan teknik mengubah teks biasa menjadi pesan visual yang kuat dan komunikatif.
Sesi praktek ini diawali dengan penyegaran materi fundamental. Menara Lintang Was menjelaskan bahwa Tipografi (Typography) bukan sekadar tentang memilih huruf yang bagus. Tipografi adalah seni dan teknik mengatur huruf (font) agar pesan dapat disampaikan dengan jelas, menarik, dan efektif secara visual. Ini mencakup pengaturan ukuran, jarak antar huruf (kerning dan tracking), jarak antar baris (leading), warna, bentuk, dan tata letak huruf untuk menciptakan desain yang memiliki dampak emosional dan informatif.
“Tujuan utama tipografi adalah menciptakan kesan tertentu dan menolong pembaca untuk mendapatkan kenyamanan membaca semaksimal mungkin,” ujar Tuti Mulyati, menegaskan pentingnya aspek user experience dalam desain.
Lebih lanjut, dalam sesi materi, para siswa diingatkan kembali mengenai fungsi-fungsi vital tipografi, para siswa juga diingatkan untuk selalu berpegangan pada prinsip-prinsip dasar tipografi.
Inti dari sesi ini adalah tugas praktek yang menantang. Setiap siswa diberi Lembar Kerja berukuran A4 dengan instruksi yang spesifik dan menuntut kreativitas.
Tugas utama siswa adalah:
-
Memilih dua (2) jenis Font yang berbeda secara karakter.
-
Membuat minimal tiga (3) tema desain berbeda menggunakan dua font tersebut.
-
Setiap desain harus merepresentasikan tema emosional atau gaya visual yang berbeda, dipilih dari opsi: fun, serious, creepy, elegant, kids, atau beauty.

Dalam tantangan ini, pemilihan font menjadi kunci. Font serif mungkin cocok untuk tema serious atau elegant, sementara font sans serif yang tebal dan membulat bisa jadi pilihan untuk tema fun atau kids. Untuk menghasilkan desain yang efektif, siswa harus menganalisis karakter visual setiap huruf yang mereka pilih.
Misalnya, untuk tema creepy, siswa harus mempertimbangkan font yang memiliki guratan tajam, distorted, atau memiliki tampilan ‘tergores’. Sebaliknya, untuk tema beauty, font script yang ramping dan mengalir (flowing) akan lebih sesuai. Perbedaan tipis dalam ketebalan garis, bentuk kait (serif), atau bahkan jarak antar huruf dapat secara drastis mengubah kesan emosional sebuah desain.
Menariknya, dalam proses mencari konten teks untuk desain tipografi mereka, siswa diperbolehkan menggunakan kecanggihan teknologi AI generatif. Mereka diizinkan menggunakan Chat GPT atau Gemini untuk mencari kata-kata quotes pendek tentang semangat atau motivasi dalam Bahasa Inggris. Integrasi AI ini bertujuan untuk mempercepat proses pencarian ide konten sekaligus mengajarkan siswa bagaimana memanfaatkan prompt secara efektif, sehingga fokus utama mereka tetap pada eksplorasi desain visual tipografi.
“Kami mendorong siswa untuk berinteraksi dengan AI, bukan sebagai pengganti ide, tapi sebagai alat bantu yang efisien. Ini menunjukkan bahwa kemampuan teknis dan kreativitas harus berjalan beriringan dengan pemanfaatan teknologi modern,” jelas Menara Lintang Was.
Proyek ini mengharuskan siswa untuk tidak hanya memilih font, tetapi juga mengatur komposisi, layout, kontras warna antara teks dan latar belakang, serta memanfaatkan white space atau ruang kosong secara maksimal—semua sesuai dengan prinsip-prinsip yang telah diajarkan. Mereka harus memastikan bahwa, meskipun desainnya mencolok dan emosional (misalnya, creepy atau fun), elemen readability dan legibility tidak terkorbankan.
Sesi praktek ini merupakan bagian penting dalam kurikulum Multimedia, yang bertujuan untuk mencetak lulusan yang tidak hanya menguasai perangkat lunak desain, tetapi juga memiliki kepekaan visual yang tinggi. Kemampuan mengolah tipografi adalah fundamental dalam banyak bidang, mulai dari desain grafis, web design, hingga video production.
Tuti mengungkapkan harapannya bahwa melalui tugas praktek ini, siswa akan menyadari bahwa setiap huruf memiliki ‘suara’ dan ‘emosi’ sendiri. “Setelah ini, saya berharap mereka tidak lagi asal memilih font di aplikasi desain, tetapi benar-benar memilihnya dengan sadar dan strategis, sesuai dengan pesan yang ingin disampaikan. Tipografi yang baik akan membuat komunikasi visual mereka menjadi tak terlupakan,” tutup beliau.
Melalui kegiatan ini, siswa-siswi kelas X E MAN 2 Bantul telah melangkah lebih jauh dari sekadar mengeja kata; mereka mulai belajar bagaimana membuat kata-kata tersebut “berbicara” melalui kekuatan seni tipografi. Proses trial and error di lab multimedia menjadi bekal berharga untuk mereka dalam meniti karir kreatif di masa depan. ™






